-->

Tugas Pengantar Hukum Bisnis


Tugas Pengantar Hukum Bisnis




KONTRAK  BUILD OPERATE AND TRANSFER SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN DAERAH

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur
Dalam Mata Kuliah Pengantar Hukum Bisnis
Pada Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


Disusun Oleh:
xxxxxxxxxxxx. (0000000)


Universitas Jenderal Soedirman
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Manajemen
Purwokerto
Desember 2015








BAB I
PENDAHULUAN
   A.    Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Sebagai negara berkembang, kepadatan penduduk terus bertambah dan menuntut penambahan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum (infrastruktur). Untuk melakukan pengadaan infrastruktur itu dibutuhkan dana yang sangat besar, yang akan terasa berat apabila hanya dibebankan pada APBN. Melihat keterbatasan pemerintah melalui APBN maupun APBD dalam penyediaan dana untuk pembangunan infrastruktur ini, maka dituntut adanya model-model baru pembiayaan proyek pembangunan.
Dalam pengadaan infrastruktur di daerah, tak jarang sebagai alternatif pendanaan, pemerintah melibatkan pihak swasta (nasional-asing) dalam proyek-proyeknya. Hal ini menjadi sangat penting diperhatikan mengingat terbatasnya dana yang dimiliki oleh daerah dalam menjalankan perekonomian dan pembangunan fisik daerah. Oleh karena itu sebagai jalan keluar diperlukan adanya dorongan dari pihak swasta yang dapat dilakukan melalui kerja sama investasi.
Kerja sama build operate and transfer (BOT) dipilih sebagai solusi dari kekurangan dana dari Pemerintah. Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.[1]
Dalam tiap-tiap tahap, masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban sesuai dengan yang diperjanjikan, dan biasanya bervariasi menurut sifat bangunan komersial yang dibangun. Namun hal yang pasti, dalam tahap transfer (penyerahan), pihak investor wajib menyerahkan kembali tanah beserta bangunan komersial diatasnya kepada pemilik tanah. Kerja sama ini menjadi alternatif solusi kerja sama yang saling menguntungkan, build operate and transfer (BOT) dilakukan dalam jangka waktu yang lama bahkan nyaris dalam jangka waktu satu generasi sehingga perlu dikaji lebih mendalam keuntungan dan kerugian yang akan muncul dikemudian hari. Juga berkaca dari permasalahan-permasalahan yang timbul di daerah lain yang menggunakan sistem kerja sama ini.
Penelusuran tentang kerja sama ini dapat dilihat dari proses awal dilakukannya kerja sama hingga pada tahap pelaksanaan. Dengan melihat perjanjian terutama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban perlu dikaji apakah terlaksana dengan semestinya yaitu sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bagaimanakah sistem pengelolaan berlangsung dan pembagian keuntungan yang diperoleh selama perjanjian berlangsung, bisa berbentuk bagi hasil atau bentuk lainnya. Hal terpenting dari kerja sama yang dilakukan adalah harus mengacu


[1] Pasal 1 ayat 12 dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah


kepada peningkatan bagi kesejahteraan masyarakat dan bagi percepatan pertumbuhan perekonomian masyarakat.
  B.    Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini permasalahan yang akan dibahas untuk dirumuskan sebagai berikut :
1.      Bagaimana aspek hukum dalam pelaksanaan Build Operate and Transfer (BOT) ?
2.      Apa saja kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaan Build Operate and Transfer (BOT) ?
3.      Apa saja hambatan  yang timbul dalam pelaksanaan Build Operate and Transfer (BOT) ?
  C.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dari penelitian ini adalah :
1.      Untuk  mengkaji dan menganalisa aspek hukum dalam pelaksanaan Build Operate and Transfer (BOT)
2.      Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang muncul didalam pelaksanaan Build Operate and Transfer (BOT)
3.      Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa sajakah yang muncul didalam pelaksanaan Build Operate and Transfer (BOT)


BAB II
KERANGKA TEORITIS
Perjanjian Build Operate and Transfer (BOT) adalah kontrak antara instansi pemerintah dan badan usaha/swasta (special purpose company) dalam membangun infrastruktur publik yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan infrastruktur tanpa pengeluaran dana dari pemerintah, di mana pihak swasta (badan usaha) bertanggung jawab atas desain akhir, pembiayaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan sebuah proyek investasi bidang infrastruktur selama beberapa tahun, biasanya dengan transfer aset pada akhir masa kontrak.[1] Pihak swasta mendapatkan revenue dari pengoperasian fasilitas infrastruktur tersebut selama periode konsesi berlangsung. Umumnya, masa kontrak berlaku antara 10 sampai 30 tahun.[2]
Sedangkan pengertian Build Operate and Transfer  menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 Jo SE - 38/PJ.4/1995 adalah:
1.      Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor,
2.      Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian,
3.      Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah.
4.     Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan lainnya.
Menurut United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO) 1996, tentang Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT (Viena Publication)[3], Ada tiga pihak utama yang berperan dalam proyek BOT yakni :
1.      Host Government
Pemerintah setempat yang mempunyai kepentingan dalam pengadaan proyek tersebut (legislative, regulatory, administratif) yang mendukung project company dari awal hingga akhir pengadaan project tersebut. Umumnya didampingi oleh penasehat hukum, technical, dan financial.
2.      Project Company
Konsorsium dari beberapa perusahaan swasta yang membentuk proyek baru. Perannya adalah membangun dan mengoperasikan proyek tersebut dalam konsesi kemudian mentransfer proyek tersebut kepada Host Government. Sebelumnya Project company mengajukan proposal, menyiapkan studi kelayakan dan menyerahkan penawaran proyek.
3.      Sponsor
Yaitu pihak yang berperan dalam hal pembiayaan dalam pengadaan proyek tersebut.

Jeffrey Delmon (dalam Oktorina : 2010)[4] membagi pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan  BOT :
1.      Lenders
Merupakan sebuah badan yang memberikan pinjaman pembiayaan dalam sebuah proyek. Seperti perjanjian antara bank dengan pihak swasta. Dalam hal ini tidak ada kaitannya dengan konstruksi.
2.      Grantor dan Host Goverment
BOT disini adalah kontrak yang diadakan pada ketetapan sebuah konsesi oleh Pemerintah Daerah atau perwakilan yang ditunjuk Pemerintah atau pihak yang membuat peraturan. Grantor adalah pihak yang bertanggung jawab kepada hubungan antara proyek dan Pemerintah setempat. Seperti perlindungan dari nasionalisasi, perubahan hukum dan perubahan nilai mata uang.
3.      Project Company
Bertugas merancang sarana khusus untuk menggunakan kontrak dari grantor untuk mendesain, mengkonstuksi, mengoperasikan dan mentransfer.
4.      Share Holders
Perusahaan yang khusus menangani tugas yang dibutuhkan dalam perjanjian konsesi
5.      Construction Contractor
Kontrak konstruksi akan mengadakan perjanjian dengan project company yaitu untuk menjalankan proyek.
6.      Offtake Purchaser
Dalam rangka pengalihan resiko dari project company dan lenders dapat dibuat sebuah perjanjian dengan pembeli (purchaser) untuk menggunakan proyek dan segala yang dapat menghasilkan.
7.      Input Supplier
Bagian dari project company untuk suplai kebutuhan proyek seperti bahan bangunan .
Jadi terdapat beberapa jenis perjanjian yang terkait didalamnya :
a. Kontrak konsesi sebagai dasar
b. Kontrak kontraktor
c. Share holder agreement
d. Supply agreement
e. Operational agreement
f. Offtake agreement yaitu kontrak antara user dan promotor.




BAB III
PEMBAHASAN
  A.    Aspek Hukum dalam Build Operate and Transfer
Perjanjian build operate and transfer (BOT), merupakan perjanjian yang melibatkan pemerintah dengan investor namun akan memberikan manfaat kepada pihak ketiga yaitu masyarakat. Sebagai perjanjian yang berada dalam ranah hukum publik dan hukum privat dengan adanya kemamfaatan bagi masyarakat sebagai variabel penting yang harus diperhatikan kedua belah pihak dalam pelaksanaan perjanjian maka dalam perjanjian BOT prinsip pertanggungjawaban yang lebih cocok untuk diterapkan adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan. Prinsip ini tidak menitikberatkan kesalahan pada salah satu pihak, pihak manapun yang memenuhi unsur dalam Pasal 1365 KUH Perdata menentukan bahwa “tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu mengganti kerugian tersebut, dapat digugat. Jadi dalam hal ini baik pihak investor maupun pihak pemerintah dapat digugat dengan syarat ada perbuatan melanggar hukum, ada kerugian dan ada hubungan kausalitas antara perbuatan melanggar hukum dengan kerugian. Dalam Perjanjian BOT, prinsip transparansi dapat digunakan sebagai upaya untuk melakukan kontrol terhadap pembentukan dan pelaksanaan kontrak dan sekaligus berfungsi sebagai perlindungan. Dalam fungsi kontrol, transparansi tidak saja berlaku bagi pemasok/kontraktor tetapi juga bagi agen pemerintah . Hal ini disebabkan karena fungsi kontrak di dalam bisnis adalah untuk mengamankan transaksi.[5]
Anjar Pacta Wirana[6] menyebut prinsip proporsionalitas dengan istilah “equatability contract” dengan unsur justice serta fairness. Makna “equatability” menunjukan suatu hubungan yang setara (kesetaraan), tidak berat sebelah dan adil (fair), artinya hubungan kontraktual tersebut pada dasarnya berlangsung secara proporsional dan wajar. Dengan merujuk pada asas aequitas praestasionis, yaitu asas yang menghendaki jaminan keseimbangan dan ajaran justum pretium, yaitu kepantasan menurut hukum. Tidak dapat disangkal bahwa kesamaan para pihak tidak pernah ada. Sebaliknya, para pihak ketika masuk ke dalam kontrak berada dalam keadaan yang tidak sama. Akan tetapi ketidaksamaan tersebut tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dominan untuk memaksakan kehendaknya secara tidak memadai kepada pihak lain. Dalam situasi semacam inilah asas proporsionalitas bermakna equatability.
Kedudukan perjanjian BOT dalam sistem hukum perjanjian Indonesia terletak pada bagian perjanjian tidak bernama, yaitu dalam hal perjanjian campuran antara perjanjian bernama dan tidak bernama. Dalam praktik perjanjian BOT juga sering menimbulkan problematika hukum yang cukup pelik. Disatu sisi pemanfaatan instrumen hukum perdata ini penting artinya bagi para pihak untuk menentukan kedudukannya dalam menyelesaikan masalah nya.
  B.     Kelebihan dan Kekurangan dalam Pelaksanaan Build Operate and Transfer (BOT)
Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dalam pembangunan dengan pola Build Operate and Transfer.[7] Pertama, memperoleh sumber modal baru dari pihak swasta, agar dapat mengurangi pinjaman pemerintah serta pengeluaran langsung, yang dapat memperbaiki nilai hutang pemerintah. Kedua, mempercepat pembangunan proyek tanpa harus menunggu perolehan dan cukup besar. Ketiga, memakai keahlian pihak swasta untuk mengurangi biaya konstruksi, memperpendek jadwal serta efisiensi pengoperasian proyek. Keempat, alokasi resiko dan beban proyek pada pihak swasta. Kelima, keterlibtan private sponsor dan comercial lender yang berpengalaman, yang menjamin kelayakan proyek. Keenam, pemerintah tidak perlu mengontrol proyek secara berlebihan, karena sudah diserahkan pada pihak swasta hingga akhir masa konsesi. Ketujuh, transfer teknologi dan pelatihan personil lokal. Kedelapan, sebagai tolak ukur efisiensi antara proyek swasta dengan proyek pemerintah yang sejenis. Kesembilan, keterlibatan PEMDA dalam build operate and transfer akan berhasil ganda, selain langsung menggairahkan iklim investasi dan peningkatan eskalasi pembangunan setempat, juga sekaligus menignkatkan pendapatan asli daerah di tengah masyarakat yang well inform karena dipermudah mendapatkan akses global.
Selain itu, dalam Build Operate and Transfer terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dibandingkan dengan kontrak pemborongan yang konvesional[8]. Tanggung jawab hukum pihak kontraktor bersifat single point responsibility dimana tanggung jawab kontraktor bersifat keseluruhan. Tentu saja tanggung jawab seperti itu akan sangat memudahkan dan memuaskan bagi pihak bouw-heer (pemilik proyek). Penerapan prisip tanggung jawab seperti itu mengakibatkan bouwheer tidak lagi menyandarkan diri pada pendapat luar, misalnya tidak ada lagi dibedakan kesalahan yang disebabkan design fault, workmanship fault, manufacturing fault, atau assembly fault. Semua kesalahan menjadi tanggung jawab kontraktor tanpa dipisah pisahkan dan hal ini akan menghemat dalam penyelesaian.
Begitu besar tanggung jawab kontraktor secara tunggal (single liability), maka hal tersebut dapat menjadi pendorong bagi kontraktor untuk bekerja lebih bertanggung jawab terhadap ketepatan waktunya. Waktu pelaksanaan proyek akan lebih cepat dan lebih efisien karena komunikasi antara bouwheer dengan kontraktor berjalan lebih intensif.
Namun demikian, secara teoritis dijumpai pula beberapa kelemahan dengan sistem build operate and transfer. Pertama, pihak kontraktor harus mendesain atau bertanggung jawab untuk mendesain suatu proyek, sehingga menyebabkan usaha untuk mendesain biasanya tidak dilakukan secara maksimal. Bisa jadi adanya kekurangan pengalaman untuk mendesain atau prioritas utama bukan ditempatkan soal desain tetapi pada soal pabrikasi. Artinya, apabila ada unsur aestetika bertentangan dengan unsur fabrikasi, maka unsur fabrikasi lebih dimenangkan dan unsur keindahan dikalahkan; kedua, kualitas pekerjaan menjadi kurang terjamin, karena dengan sistem ini tanggung jawab pekerjaan bersifat tunggal maka ada kecendrungan pihak kontraktor meng            erjakan sendiri seluruh pekerjaan tanpa mau menyewa atau membayar tenaga tenaga profesional yang lebih mampu untuk mendesain, merancang dan mengawasi pekerjaan oleh tenaga arsitek dan konsultan.

  C.    Hambatan yang Timbul dalam Build Operate And Transfer (BOT)
Dalam pelaksanaan pembangunan fasilitas umum dengan kontrak Build Operate and Transfer di beberapa daerah, banyak sekali pelaksanaan pembangunan dengan Build Operate and transfer mengalami beberapa hambatan yang disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain[9];
   A.    Ketidakseragaman atau ketidakkonsistenan dari beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur kerjasama;
   B.     Ketidaksepahaman atau adanya multi tafsir dari aparatur Pemerintah Daerah, masyarakat maupun pemangku kepentingan yang terkait terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur BOT;
   C.     Kurangnya Sumber Daya Manusia yang mempunyai kompetensi di bidang kerjasama khususnya dalam hal penyusunan kontrak;
   D.    Kurang matangnya perencanaan dari investor, yang mengakibatkan keterlambatan pelaksanaan pembangunan karena kurangnya dana dan kesulitan mencari penyandang dana (Bank/Lembaga Keuangan) yang maupun diajak kerja sama oleh investor;
   E.    Hambatan birokrasi yang ditimbulkan oleh organisasi dan koordinasi proyek yang kurang baik serta adanya pergantian kepemimpinan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah anggota Tim Koordinasi Kerjasama Daerah dan yang terkait dalam pelaksanaan kontrak BOT.



BAB IV
PENUTUP
  A.    Kesimpulan
Kerja sama build operate and transfer (BOT) dipilih sebagai solusi dari kekurangan dana dari Pemerintah. Kerja sama tersebut dituangkan dalam kontrak kerja sama yang berisikan hak dan kewajiban para pihak mengacu pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III tentang perikatan. Dalam perjanjian tersebut, pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian. Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah.
Dalam proyek Build operate and transfer terdapat tiga pihak yang terlibat yakni Host Government yaitu Pemerintah setempat yang mempunyai kepentingan dalam pengadaan proyek tersebut, Project Company yaitu konsorsium dari beberapa perusahaan swasta yang membentuk proyek baru, serta Sponsor yaitu pihak yang pihak yang berperan dalam hal pembiayaan dalam pengadaan proyek tersebut.
            Selain keuntungan memperoleh sumber dana besar secara cepat , dalam perjanjian BOT juga pemerintah tidak perlu mengontrol proyek secara berlebihan, karena sudah diserahkan pada pihak swasta hingga akhir masa konsesi serta memperoleh transfer teknologi dan pelatihan SDM lokal. Serta meningkatkan gairah iklim investasi dan peningkatan eskalasi pembangunan setempat.
B.     Saran
Dari kesimpulan sebagaimana tersebut di atas maka ada beberapa hal yang dapat diajukan sebagai saran dalam pelaksaan kerja sama Build operate and transfer antara pemerintah dengan pihak swasta
·        Perlu pengaturan yang lebih jelas tentang kerja sama build operate and transfer (BOT) ke dalam Peraturan Perundang-undangan yang lebih konkret, oleh karena peraturan yang ada kini belum merinci tentang kerja sama build operate and transfer (BOT) ini. Sehingga meminimalisir ketidaksepahaman maupun adanya multi tafsir dari aparatur Pemerintah Daerah, masyarakat maupun pemangku kepentingan yang terkait terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur BOT.
·         Harus dilakukan studi kelayakan yang lebih spesifik terutama dari segi keuangan. Perencanaan ini diperlukan agar tidak mengakibatkan keterlambatan pelaksanaan pembangunan karena kurangnya dana dan kesulitan mencari penyandang dana (Bank/Lembaga Keuangan) yang maupun diajak kerja sama oleh investor
    C.    Ucapan terimakasih
Dalam penyusunan makalah ini penulis sering menemukan kendala dalam hal referesi sehingga penulis merasa makalah ini jauh dari kata sempurna. Dalam kesempatan yang terakhir ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
a.       Allah SWT, yang telah memberikan kemudahan serta kelancaran dalam penyusunan makalah ini;
b.      Orang tua penulis, yang memberikan semangatnya dalam penyusunan makalah ini;
c.       Bapak Saryono Hanadi selaku dosen matakuliah Pengantar Hukum Bisnis, yang telah memberikan ilmu yang dimilikinya;
d.      Teman-teman yang telah turut serta membantu penyusunan makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA
Adha, Lalu Hadi. 2011. Kontrak Build Operate Transfer Sebagai Perjanjian Kebijakan Pemerintah Dengan Pihak Swasta. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 September 2011.
Asikin, Zainal. 2012. Perjanjian Build And Transfer Antara Pemerintah Daerah Dengan Pihak Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur (Studi Di Nusa Tenggara Barat). Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3 September 2012.
Djatmiati, Tatiek Sri.  2004. Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia. Universitas Airlangga : Surabaya
Oktorina, Ima . 2010. Kajian Tentang Kerjasama Pembiayaan dengan Sistem BOT dalam Revitalisasi Pasar Tradisional. Universitas Diponegoro : Semarang
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah
Rasjidi, Lili. 2003. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Mandar Maju : Jakarta. Hlm.68.
Soleh; 2010. Pelaksanaan Pembangunan Fasilitas Umum Dengan Kontrak Bangun Serah Guna / Build Operate Transfer ( BOT) di Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan. Universitas Diponegoro : Semarang.
United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO), tentang Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT, ( Viena Publication, 1996)
Wirana, Andjar Pachta. 1994. Aspek Hukum Perjanjian Build, Operate and Transfer. Penelitian BPHN : Jakarta


[1] Tatiek Sri. Djatmiati, 2004. Prinsip Izin Usaha Industri Di Indonesia. Universitas Airlangga : Surabaya
[2] Ima Oktorina.2010. Kajian Tentang Kerjasama Pembiayaan dengan Sistem BOT dalam Revitalisasi Pasar Tradisional. Universitas Diponegoro : Semarang

[3] United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO), tentang Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT, ( Viena Publication, 1996)
[4] Ima Oktorina.2010. Kajian Tentang Kerjasama Pembiayaan dengan Sistem BOT dalam Revitalisasi Pasar Tradisional. Universitas Diponegoro : Semarang.
[5] Lili Rasjidi. 2003. Hukum Sebagai Suatu Sistem. Mandar Maju : Jakarta. Hlm.68.
[6] Andjar Pachta Wirana. 1994. Aspek Hukum Perjanjian Build, Operate and Transfer. Penelitian BPHN : Jakarta. Hlm. 21.
[7] Lalu Hadi Adha. 2011. Kontrak Build operate transfer sebagai perjanjian kebijakan pemerintah denfan pihak swasta. Jurnal Dinamika Hukum Vol. 11 No. 3 September 2011. Hlm. 551
[8] Zainal Asikin. 2012. Perjanjian Build And Transfer Antara Pemerintah Daerah
Dengan Pihak Swasta Dalam Penyediaan Infrastruktur(Studi Di Nusa Tenggara Barat). Jurnal Dinamika Hukum Vol. 12 No. 3 September 2012. Hlm. 514
[9] Soleh; 2010. Pelaksanaan Pembangunan Fasilitas Umum Dengan Kontrak Bangun Serah Guna / Build Operate Transfer ( BOT) di Pemerintah Daerah
Kabupaten Pekalongan. Universitas Diponegoro : Semarang. Hlm. 76.

1 Response to "Tugas Pengantar Hukum Bisnis"

  1. KABAR BAIK!!!

    Nama saya Lady Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman agar sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu kepada Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran di muka, tetapi mereka adalah penipu , karena mereka kemudian akan meminta pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, jadi berhati-hatilah terhadap Perusahaan Pinjaman yang curang itu.

    Perusahaan pinjaman yang nyata dan sah, tidak akan menuntut pembayaran konstan dan mereka tidak akan menunda pemrosesan transfer pinjaman, jadi harap bijak.

    Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara finansial dan putus asa, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman online, saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan menggunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman yang sangat andal bernama Ms. Cynthia, yang meminjamkan saya pinjaman tanpa jaminan sebesar Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa konstan pembayaran atau tekanan dan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya terapkan dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.

    Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik jika dia membantu saya dengan pinjaman, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman dengan mudah tanpa stres atau penipuan

    Jadi, jika Anda memerlukan pinjaman apa pun, silakan hubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan atas karunia Allah, ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda mematuhi perintahnya.

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan memberi tahu saya tentang Ibu Cynthia, ini emailnya: arissetymin@gmail.com

    Yang akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran cicilan pinjaman saya yang akan saya kirim langsung ke rekening perusahaan setiap bulan.

    Sepatah kata cukup untuk orang bijak.

    BalasHapus

Popular Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel